Wednesday, February 1, 2012

The Confuse Journey

Kamis pagi, jam 11 tepat. Tak seperti biasanya, hari ini pulang cepat. Gue dan temen-temen berencana untuk pergi. Saat kelas sudah mulai bubar, kami mempercepat langkah, segera menuju ke depan jalan. Suara khas berbagai kendaraan yang lewat turut mewarnai semangat kami bertujuh. Silda, Cika, Rini, Mindy, Nasa, Sayu dan ditambah gue jadi tujuh.

*nama disamarkan


Awalnya, kami tidak memiliki ide akan pergi ke mana. Maka, sebelum berangkat dengan tujuan tak pasti, kami berdiskusi dulu. Dengan bentuk agak mirip lingkaran, kami memulai rapat kilat.
'Kita mau kemana?'
'Sekarang bukan masalah mau kemana..'
'Trus?'
'Masalahnya perginya naik nomor berapa?'
'Kalau gitu ke *Pulidium* aja..'
'Naik nomor berapa ke sana?'
'103'
'Yakin itu lewat Pulidium?'
'Iya'
'Dari sana nanti pulangnya naik nomor berapa?'
'Sekarang ga masalah pulangnya, nanti gampanglah tinggal nanya ke orang-orang di sana'
'Atau ke *medan mill* aja.. ?'
'Emang tau kesana pakai nomor berapa?'
'Nomor berapa ya?'
'Eh, sudah.. ke Pulidium aja, ayolah..'
'Coba lihat, sudah jam berapa ini?'
'jam setengah 12'
'Kalau berdebat terus nanti ga berangkat-berangkat.'

Cika tidak bisa ikut pergi dengan kami, karena dia harus pulang. Jadi, kami pergi berenam. Mengakhiri rapat kilat tersebut, kami menanti angkot 103. Tak lama, angkot itu lewat, dan cukup sepi penumpang, kami pun naik. Di dalam angkot penuh canda tawa, senyum, dan keributan.

Orang-orang di dalam angkot tersenyum melihat tingkah kami, para remaja-remaja aktif, hehehe..
Ada 5 kemungkinan di balik senyum para penumpang lain itu, yaitu :
1. Dia lagi jatuh cinta
2. Dia terhibur melihat kami
3. Dia bingung dengan keributan kami
4. Dia merasa kami gila
5. Dia orang yang murah senyum

Mencoba berpikir positif, jadi dia adalah tipe orang murah senyum. Karena senyum yang ramah itu, kami jadi berani untuk bertanya kepada ibu tersebut.
'Bu, benar ga angkot ini lewat Pulidium?'
'Iya, lewat kok.. '
'Makasi ya , bu..'

Rasa ketakutan kesasar dan nyasar yang kami rasakan pun sirna. Terbukti, dari kejauhan tampak Pulidium yang tinggi itu, kami memberhentikan angkot. Lega juga berhasil mendarat di Pulidium, salah satu pusat perbelanjaan di Medan.

Mulai masuk ke dalam Pulidium, gue merasa jadi orang aneh. Karena hampir semua mata dalam mall mengarah ke kami. Kayaknya karena kami masih memakai seragam sekolah. Ini gara-gara kepergian yang mendadak, dan tak direncanakan sebelumnya.

Mall ini terasa sepi, mungkin karena hari ini Kamis, bukan hari yang diminati orang-orang untuk berkunjung ke mall. Setelah puas naik turun eskalator, kami berniat keluar dari mall yang sepi ini.
'Uda yuk, sepi banget gini, kita keluar aja..' gue mulai bosan
'Iya, tapi kita ga ada belanja di sini' jawab Mindy
'Trus ?? Emang kenapa?' gue bingung
'Jadi, kita jangan lewat jalan depan, kita naik lift !' Mindy berjalan ke arah lift

Temen-temen yang lain mengikuti Mindy. Beberapa saat setelah diam di depan lift, pintu lift terbuka luas. *berdoa : moga ini lift tidak terjebak macet*
1..
2..
3.....
Setelah sedikit gerakan tarian lantai lift, pintu lift kembali tertawa. Kami bebaaassss !!!!
Mindy punya ide substitusi, dimana hal yang wajar harus diganti dengan hal di luar kewajaran.
"Kita tidak belanja, tidak membeli barang, jadi kita jangan keluar dari pintu."
"Lho ? jadi kita keluaar dariii manaaaa ????" pada panik+bingung
"Kita cari jalan keluar lain"
"hah ???"
"ikuti aku .. " Mindy tertawa meyakinkan
"kita mau ke mana ?"
"aku pun ga tau" Mindy mulai aneh

Disini gue mulai mencari-cari letak ekskalator, yang berdasarkan perasaan gue, eskalator adalah jalan menuju surga neraka. Maksudnya pintu atau apa saja yang berakhir dan mempunyai akhiran. Ah sudahlah.

Menemukan eskalator yang turun ke arah bawah, sepertinya itu eskalator yang benar.. mungkin. Berbekal rasa lelah, kami semua berdiri naik eskalator itu. Lantai yang lebih rendah dari lantai sebelumnya dan mengarah ke lobby, tempat hang out para mobil. Banyak mobil yang sedang arisan di sana. Begitu kami lewat, mereka semua diam.

Lobby atau lebih benarnya tempat parkir, gelap dan tak ada tanda-tanda cahaya. Kami menyusuri sendi-sendi tembok yang terdiam di sana. Ada mobil yang lewat, ada sepeda motor, dan kenapa dari tadi tak ada jalan keluaaaarrrrrr ???????????????????

Ide yang usang hadir di rambut kami.
Ikutilah arah datang mobil atau sepeda motor, itulah arah jalan keluar, mungkin.
Bukan sebentar, kami sudah menjalani hampir 1000 langkah, akhirnya ada jalan keluar, tapi itu arah masuk mobil. Ini berarti terowongan dari atas ke bawah tanah untuk parkir mobil, dan semua yang lewat itu mobil. Gue bingung, apa-apaan ini, baru kali ini gue keluar dari sebuah mall yang sejuk, dengan tanpa muka bahagia, dan keluar lewat tempat parkir. Sungguh kasihan dan terinjak, basementnya.

Jalan menuju dunia atas, terasa seperti mendaki gunung tapi loe ga bawa peralatan. Perjuangan tanpa senjata, keringat tanpa ember. Eh ? Tapi karena tak mau terperangkap di sini sampai tengah malam, kami tidak menyerah !!

Berhasil-berhasil ! Ada wajah satpam yang berekspresi aneh dan 5 kemungkinan yang membuat ekspresi kusut itu tertempel di wajahnya.
1. Dia bosan berdiri di sana.
2. Dia bereksperimen dengan ekspresi wajah yang baru.
3. Dia merasa kami anak desa masuk mall
4. Dia berpikir kami sungguh bodoh
5. Dia menemukan anak sekolah yang seperti sekolah di basement

Tujuan berikutnya, medan mill. Kami menunggu angkot, lalu mengulurkan kedua tangan ke depan, berteriak ehh !! ehh !! Ini memanggil angkot tapi kenapa seperti zombie. *Feeling buruk* Dari arah barat, lewat orang berbaju kumal, kusam, kotor, dengan rambut keriting tanpa kepiting, dan ekspresinya menyenangkan menyeramkan. Orang gilaaaaa !!!!!!!!!!!!
*Panik kuadrat bagi dua* Kami segera memanjat angkot dan masuk ke dalamnya.

Lega terhembus dari lubang hidung, bebas dari orang gila itu. *bersyukur banget*
Angkot berjalan perlahan, lama sekali, banyak aktivitas menguap yang terjadi. Kami tiba di Medan mill, berpuluh pasang mata memandangi kami. Saat kami akan menaiki eskalator, seorang satpam menarik lengan baju Mindy. Kemudian Mindy berlari ke arah lift bersama Nasa. Satpam itu teriak : EH !!! MAU KEMANA ?!! BELUM BOLEH YAH !!! TUNGGU JAM 12 !!!

Sial. Kami duduk di luar menunggu jam 12, persis seperti gembel. Betapa malu rasanya, bingung harus berekspresi seperti apa. Berkat sejengkal kesabaran, tiba juga jam 12. Segera, kami menuju lantai 3, ke sebuah rumah makan terkenal. Perut sudah berpidato dengan judul Lapar.

Kejadian sial turut mengikuti kami sampai di sini. Pisau di meja jatuh ke lantai, piring berbunyi, lagi-lagi semua mata melihat ke arah kami.

Sungguh, petualangan perjalanan yang membingungkan, penuh kesialan. The confuse journey.
Pesan moral : persahabatan membawa banyak pengalaman, masa putih abu-abu menjadi petualangan yang meninggalkan sejuta kesan, pelajaran, kisah, tawa, tangis. Jangan sia-siakan sahabat yang selalu menemani di sekeliling mu. :)

No comments:

Post a Comment